HomeSerba-Serbi Ramadhan10 Jenis Manusia dalam Kaitannya Puasa Ramadan
10 Jenis Manusia dalam Kaitannya Puasa Ramadan - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam
10 Jenis Manusia dalam Kaitannya Puasa Ramadan - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam

10 Jenis Manusia dalam Kaitannya Puasa Ramadan


Berkaitan dengan kewajiban puasa di bulan Ramadan, ada beberapa jenis atau golongan manusia, di antaranya adalah:

1. Muslim yang sudah balig, berakal, mukim (bukan musafir), mampu, dan bebas dari penghalang-penghalang puasa. Maka golongan manusia ini wajib menjalankan puasa Ramadan sesuai dengan ketentuan waktunya.

2. Anak kecil, maka tidak wajib baginya puasa kecuali apabila sudah balig.

3. Orang gila, yaitu orang yang kehilangan akalnya, maka golongan ini tidak wajib berpuasa.

4. Orang tua yang sudah benar-benar pikun, maka tidak wajib berpuasa dan tidak wajib pula membayar fidyah sebagaimana bayi/anak kecil yang belum mumayiz.

5. Orang yang lemah atau tidak mampu berpuasa karena suatu penghalang yang akan terus ada dan tidak bisa hilang. Seperti orang tua renta atau orang yang memiliki penyakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, maka tidak wajib berpuasa namun wajib membayar fidyah.

6. Musafir (orang yang berpergian), selama tidak diniatkan perjalanannya tersebut (sengaja) agar bisa berbuka puasa (tidak puasa). Golongan ini diberikan pilihan, boleh berpuasa boleh juga tidak dengan tetap membayar utang puasa di hari lain. Namun, bagi yang perjalanannya mudah dan tidak memberatkan, maka dianjurkan tetap berpuasa.

7. Orang sakit yang masih bisa diharapkan (ada kemungkinan) hilang penyakitnya, maka golongan ini memiliki 3 kondisi:

– Apabila puasa tidak menyulitkan dan tidak membahayakan kesehatannya, maka tetap wajib puasa.
– Jika puasa menyulitkan baginya namun tidak membahayakan kesehatan dirinya, maka tetap boleh tidak berpuasa.
– Apabila puasa membahayakan kesehatannya maka tidak boleh berpuasa. Dan orang sakit wajib mengqada (membayar utang) puasa Ramadan di hari lainnya.

8. Wanita haid dan nifas, golongan ini tidak diperbolehkan berpuasa namun wajib mengqadanya di hari lain.

9. Wanita hamil atau sedang menyusui dan ia khawatir bisa membahayakan diri dan bayinya apabila tetap berpuasa, maka ia boleh tidak berpuasa. Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui wajib mengqada puasanya (beberapa ulama lainnya berpendapat cukup bayar fidyah).

10. Orang yang butuh untuk tidak puasa karena faktor yang sangat darurat untuk menolong orang lain dengan tenaga fisiknya. Misalnya untuk menyelamatkan orang yang tenggelam, korban kebakaran, korban reruntuhan, dan yang semisal dengannya. Dan tentu saja golongan ini wajib mengqada puasanya di hari lain.

(Faedah dari Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah diringkas dari kitab beliau Majalis Syahri Ramadhan hal 45-67)


Ingatlah, meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur syar’i itu termasuk dosa besar. Maka setiap muslim tidak boleh menyepelekan hal ini. Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk bisa melaksanakan ibadah puasa Ramadan yang penuh berkah.

Oleh: Muadz Mukhadasin
Artikel: www.muadz.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

x

Check Also

Doa Berbuka Puasa - MuadzDotCom - Sahabat Belajar Islam

Doa Berbuka Puasa

Berkaitan dengan doa berbuka puasa, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, yang mana beliau mengatakan bahwa, dahulu ketika berbuka puasa, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca: ذَهَبَ الظَّمَأُ، وَابْتَلَّتِ الْعُرُوْقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ "Dzahabadzh dzhama'u wabtalatil 'uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah" [Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah, serta pahala akan tetap (diperoleh) insya Allah] (HR. Abu Dawud 2/306, dan juga yang lainnya, silakan lihat Shahih al-Jami' 4/209) Itulah doa buka puasa yang benar dan shahih, yang sesuai dengan contoh dari Nabi kita yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Adapun doa berbuka puasa yang berasal dari hadits yang dha'if (lemah) maka hendaknya diinggalkan, walaupun doa tersebut masyhur dan populer di kalangan masyarakat.