Puasa Syawal memiliki keutamaan yang sangat besar. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti berpuasa setahun penuh.” (HR Muslim no. 1164)
Karena keutamaannya yang begitu besar, maka banyak orang yang tidak mau terlewat darinya. Namun, sebagian orang terkendala untuk mengerjakannya karena beberapa hal. Misalnya, dia memiliki hutang puasa yang banyak di bulan Ramadan karena saat Ramadan dia terkena sakit, haid, nifas, menyusui sehingga tidak puasa, atau uzur syari lainnya yang menyebabkan dirinya tidak bisa berpuasa Ramadan secara penuh.
Lalu, bagi mereka apakah dibolehkan untuk mengerjakan puasa Syawal sebelum mengqadha puasa Ramadan? Mengingat jika mengqadha terlebih dahulu nanti dikhawatirkan terlewat dari bulan Syawal.
Fatwa Shalih Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya:
Apabila seorang wanita memiliki hutang puasa Ramadan, apakah boleh baginya untuk mendahulukan puasa Syawal atas hutang puasanya? Ataukah dia harus qadha puasa dahulu kemudian puasa Syawal?
Beliau rahimahullah menjawab:
إذا كان على المرأة قضاء من رمضان فإنها لا تصوم الستة أيام من شوال إلا بعد القضاء، ذلك لأن النبي صلى الله عليه وسلم يقول: (من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال) ومن عليها قضاء من رمضان لم تكن صامت رمضان فلا يحصل لها ثواب الأيام الست إلا بعد أن تنتهي من القضاء، فلو فرض أن القضاء استوعب جميع شوال، مثل أن تكون امرأة نفساء ولم تصم يوما من رمضان، ثم شرعت في قضاء الصوم في شوال ولم تنته إلا بعد دخول شهر ذي القعدة فإنها تصوم الأيام الستة، ويكون لها أجر من صامها في شوال، لأن تأخيرها هنا للضرورة وهو (أي صيامها للست في شوال) متعذر، فصار لها الأجر
“Apabila seorang wanita memiliki qadha (hutang puasa Ramadan), maka dia tidak boleh berpuasa enam hari bulan Syawal terlebih dahulu kecuali setelah menyelesaikan puasa qadhanya. Hal itu dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari Syawal”. Dan orang yang mempunyai qadha Ramadan, maka tidak bisa disebut telah berpuasa Ramadan (secara penuh). Maka dari itu, dia pun tidak bisa mendapatkan pahala puasa 6 hari bulan Syawal kecuali setelah dia menyelesaikan puasa qadhanya.
Apabila puasa qadhanya memenuhi seluruh bulan Syawal, seperti wanita yang nifas dan dia tidak berpuasa sama sekali di bulan Ramadan. Kemudian dia memulai puasa qadha di bulan Syawal dan tidaklah puasa qadha itu akan selesai kecuali setelah masuk bulan Dzulqa’dah, maka boleh baginya puasa 6 hari Syawal. Dan dalam kondisi ini dia mendapatkan pahala puasa Syawal. Karena dia mengakhirkan puasa Syawal dalam keadaan darurat dan karena uzur, maka dia tetap akan mendapatkan pahalanya.” (Majmu’ Fatawa, 20/19)
Mengenai penjelasan ini, Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafidzahullah menambahkan bahwa:
أن القضاء واجب في ذمة من أفطر لعذر بل هو جزء من هذا الركن من أركان الإسلام وعليه فتكون المبادرة إلى القيام به وإبراء الذمة منه مقدمة على فعل المستحب من حيث العموم
“Puasa qadha merupakan kewajiban bagi siapa saja yang tidak berpuasa (di bulan Ramadan) karena uzur, bahkan itu merupakan salah satu dari rukun Islam. Maka dari itu, bersegera untuk menunaikan dan menyelesaikan tanggungan itu harus lebih dikedepankan daripada melakukan amalan yang sifatnya sunah secara umum.” (Sumber: https://islamqa.info/ar/40389)
Fatwa Shalih Fauzan al-Fauzan*
Syaikh Shalih Fauzan al-Fauzan hafidzahullah pernah ditanya:
Wahai Syaikh -semoga Allah memberikan taufiq kepada Anda-, pertanyaan yang banyak ditanyakan, yaitu, apabila seorang wanita memiliki hutang puasa yang banyak di bulan Ramadan, apakah boleh baginya untuk berpuasa 6 hari di bulan Syawal dulu (sebelum melunasi hutang-hutang puasanya-red) agar bulan Syawal tidak terlewat darinya?
Beliau menjawab:
Tidak boleh, dia wajib menyempurnakan dahulu (hutang puasa) Ramadannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari Syawal”.
Dia tidak dianggap berpuasa Ramadan (secara penuh) selama dia masih memiliki hutang puasa di bulan Ramadan.
Simak penjelasan beliau berikut ini:
*Syaikh Shalih Fauzan merupakan ulama senior dan anggota kehormatan dari Komite Tetap untuk Penelitian dan Fatwa Islam di Arab Saudi hingga saat ini.
Bogor, 2 Syawal 1439 / 16 Juni 2018
Oleh: Muadz Mukhadasin
Artikel: www.muadz.com